Kisah Inspiratif : Nasihat Orang Tua
Viki termenung dalam kesendiriannya. Memutar ulang memori-memori dulu yang tersimpan rapi di kepalanya. Ia teringat pada
suatu malam hujan turun deras, suara katak sahut-menyahut
membentuk melodi nyanyian malam yang begitu romantis. Para katak terus
bertasbih bersyukur kepada sang Penciptanya. Di dalam kamar sebuah rumah yang
berukuran standar, Viki sedang belajar untuk persiapan ujian semester Sekolah
Dasar yang akan digelar seminggu lagi. Malam itu ia belajar pelajaran Bahasa
Inggris, mencoba memahami rumus Subjek-Prediket yang sangat sulit baginya.
Ketika ia sedang belajar Ibunya masuk ke kamarnya, hal biasa yang dilakukan Ibu
untuk mengontrol anak-anaknya.
"Viki! Naik ke lantai atas belajar Bahasa Inggris sama Bang Ari" Ibu menyuruhnya ke
kamar abangnya.
Viki pun turut perintah Ibunya dan langsung membawa buku ke lantai atas.
"Mama meminta aku belajar Bahasa Inggris sama Bang Ari, apa abang ada
waktu" tanyanya pada abang.
"Hmm, bawa kesini bukunya"
Viki pun memberikan buku kepadanya dan ia mulai menjelaskan dengan pelan,
hingga Viki paham benar materi yang ia sampaikan.
Abang Viki bernama Ari, saat itu duduk di kelas satu SMA. Namun Bahasa
Inggrisnya diatas rata-rata anak seumuran dengannya. Banyak guru yang salut dan
memujinya. Ini kali pertama Viki diajar oleh abangnya. Tapi ia begitu terkesan
cara abangnya mengajar.
Lama termenung, Viki dikejutkan oleh suara handphonenya. Ternyata abangnya
yang menelpon. Ia mengangkatnya lalu memberi salam.
"Bagaimana keadaan di Cairo?" abangnya bertanya.
"Alhamdulillah aman bang, cuma demo kecil-kecilan masih terus
berlanjut" jawabnya.
"Disana pukul berapa sekarang?"
"Pukul dua malam bang"
"Lho, jadi tidak istirahat?"
"Musim panas disini, jadi sulit untuk memejamkan mata" jawabnya.
"Hmm, ada telpon ke mama dan bapak selama ini?"
Viki terdiam, pertanyaan abangnya bagaikan soal yang diujikan dalam Final
Semester di Kuliah.
"Ada bang dua bulan yang lalu" Viki menjawabnya malu.
"Jangan lupa telpon orang tua, kalau bisa dua minggu sekali. Orang tua
adalah motivator nomor satu bagi diri kita" pesan abangku seraya
mengakhiri pembicaraan.
Viki terus mengulang-ulang pertanyaan abangnya. Ia merasa malu pada diri
sendiri. Abangnya sekarang sudah menjadi Pegawai di Kantor Keuangan Pusat. Masih
kuat dalam ingatannya saat Viki masih di rumah, abangnya seminggu sekali
menelpon orang tua di rumah. Menanyakan kabar orang tua, keadaan di Kampung,
juga kondisi adik-adiknya. Terkadang ia langsung menelpon Viki, bertanya
tentang buku apa yang sedang dIbutuhkan, agar bisa dikirim dari Jakarta.
Selang dua bulan, Ari kembali menghubungi Viki. Seperti biasa bertanya
tentang kondisi Mesir, tentang kuliah, kesehatan. Saat giliran ia bertanya
kapan terakhir menghubungi orang tua, lagi-lagi Viki terdiam. Ia tak memiliki
jawaban langsung untuk menjawabnya. Ia tak melaksanakan nasihat abangnya. Rasa
malu yang ia rasakan kali ini lebih besar.
Ari terus menghubungi Viki dua bulan sekali, terkadang tiga bulan sekali
kalau ia sedang sIbuk.
Bagi Viki, Ari adalah abang yang luar biasa. Abang yang benar-benar
memerankan peran yang terbaik dalam keluarga. Abang yang selalu patuh kata
orang tua. Selalu menyayangi adik-adiknya. Terbaik dalam segala hal.
Ketika Ari masih SMA, Viki pernah masuk ke kamarnya karena satu keperluan.
Saat itu Aulia tidak ada di kamar. Ketika memasukinya ia penasaran dengan satu
buku berukuran besar yang ada diatas meja belajarnya. Dengan rasa penasaran
yang tinggi ia pun membuka buku tersebut. Viki melihat garis-garis tabel pada
kebanyakan kertasnya. Disitu tertulis "Hafalan Harian". Ia membuka
halaman per halaman. Tertulis pada setiap kertas urutan surat surat Al Quran
beserta ayatnya. Di kolom selanjutnya ada tanda centang berarti surat yang
telah ia hafal. Viki salut melihat semangat abangnya dalam menghafal Al Quran.
Ibu pernah cerita pada Viki ketika abangnya hendak menyambung ke Perguruan
tinggi. "Bang Ari sangat patuh kata mama dan bapak, tapi pernah sekali
membantah kata bapak. Bang Ari waktu itu sangat menginkan kuliah di Fakultas Teknik.
Tapi Bapak memintanya untuk masuk ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Bang
Ari tidak suka sekolah disana. Tapi karena ia tidak mau membantah ia pun
mendaftar dan ikut tes."
Ketika pengumuman, ia lulus tahap awal. Dan melanjutkan tes wawancara.
Ketika tes wawancara, persiapannya tidak maksimal. Sehingga ia tidak lulus di
STAN tetapi dialihkan ke Pegadaian.
"Saat lulus di Pegadaan, Bapak menyuruhnya daftar ulang. Tapi Bang Ari
menolak. Ia mengatakan 'mama masukin Ari ngaji, ajarin Ari kebaikan. Tapi suruh
Ari masuk ke Pegadaan yang sistemnya sekarang itu tidak jelas. Halal haram
bercampur disana'. Bang Ari marah. Bapak pun paham dan mengizinkan ia kuliah di
Teknik."
"Saat Bang Ari kuliah di Teknik, Bapak selalu meminta supaya Bang Ari
mau tes lagi STAN tahun depan. Bapak menasihatinya dengan pelan akhirnya Bang
Ari nurut dan semaksimal mungkin ikut tes STAN dan lulus. Sekarang Bang Ari
sudah selesai dan sudah kerja. Ketika selesai Bang Ari minta maaf dulu pernah
bantah Mama dan Bapak."
Viki sangat tersentuh mendengar Ibunya bercerita, ia bertekad tidak akan
membantah nasihat-nasihat orang tuanya lagi.
Ternyata tekadnya sulit untuk direalisasikan. Satu hal yang masih segar
dalam ingatan viki sampai saat ini. Dalam moment yang sama dengan Abangnya.
Ketika Viki hendak melanjutkan Perguruan Tinggi. Ia juga menginginkan kuliah di
Fakultas Teknik. Tetapi orang tuanya tidak setuju. Setelah meminta izin orang
tua Viki langsung mendaftar SNMPTN dan tetap memilih Fakultas Teknik, walaupun
orang tuanya tidak setuju. -Disamping itu dia telah lulus undangan di Fakultas
Syariah salah satu Universitas Negeri-. Ia belajar dengan sungguh-sungguh
sampai Hari Seleksi pun tiba.
Dia mengikuti tes dengan yakin. Dan ketika pengumuman, jerih payahnya
terbayar jua. Viki lulus di Fakultas yang ia sukai. Viki pulang ke rumah dengan
hati gembira. Ingin segera Ia sampaikan berita gembira ini kepada Ibunya.
Mendengar berita ini, tak ada senyuman pada wajah Ibunya. Viki langsung
menuju kamar. Ia sangat sedih, kegembiraannya seketika lenyap. Ia teringat
kisah abangnya yang diceritakan Ibu. Abangnya mendengarkan kata orang tua dan
sekarang sudah sukses. Viki lesu dalam kesedihannya, hingga ia tertidur.
Keesokan harinya, ia masih diselimuti kesedihan. Tak tau mau bagaimana. Waktu
daftar ulang cuma seminggu. Ia bingung dan tak melepaskan Teknik sipil dari
genggamannya.
Satu hari setelah berakhir waktu daftar ulang Fakultas Teknik, berita
gembira pun datang dari teman sekelasnya dulu. "Vik, tes ke Mesir jadi dIbuka
untuk tahun ini!". Muka lesu Vika tiba-tiba mengembang memancarkan
senyuman terindah dari wajahnya. Ia lekas keluar kamarnya ingin langsung
menyampaikan berita ini kepada orang tua.
"Ma, Viki tidak jadi masuk Fakultas Teknik. Tapi apa mama izinin kalau
Viki mendaftar ke Al Azhar Mesir"
"Kalau kesana Mama dan Bapak setuju" jawab Ibuku.
Tanpa pikir panjang Viki langsung mencari informasi dan mendaftar. Tes akan
dilaksanakan dua minggu lagi di Jakarta. Viki mempersiapkan diri sematang
mungkin. Dan ketika tiba waktunya ia pun berangkat ke Jakarta dan tinggal di
kos abangnya. Mengikuti tes dan akhirnya lulus.
Ia pulang ke rumah membawa berita gembira. Kedua orang tuanya pun ikut
senang. Dalam hatinya berkata, "inilah hikmah kenapa aku tidak diizinkan
kuliah di Teknik".
Setelah semua pengurusan selesai, Viki pamit dengan orang tuanya, saudara
dan sanak keluarga. Memohon doa supaya ia sampai dengan selamat. Dan bisa
maksimal dalam belajar.
Abangnya yang merasa sudah sangat berpengalaman dengan dunia rantau
berpesan kepadanya, "Merantaulah agar kau mengerti kenapa kau harus
pulang, dan agar kau tau siapa yang kau rindukan"
Viki pun berangkat dengan Ridha orang tuanya menuju Negeri Kinanah. Negeri
yang ia cita-citakan sejak dulu.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete